MODEL PEMBELAJARAN KHAS SAINS
Dalam dunia pendidikan, paradigma lama mengenai proses belajar mengajar bersumber pada teori. Kita mengenal teori tabularasa John Locke. Dia mengatakan bahwa pikiran seorang anak didik mirip seperti kertas kosong yang putih bersih dan siap menerima coretan-coretan gurunya. Berdasarkan teori ini banyak guru melaksanakan proses belajar mengajar seperti berikut: (1) memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa (transfer of knowledge), (2) seperti mengisi botol kosong dengan pengetahuan (seperti mencerek danmencawan), (3) mengkotak-kotakan anak didik, (4) memacu anak didik dalam berkompetisi.
Kondisi dunia pendidikan sudah banyak berubah, sehingga tuntutan pembelajaran juga berubah. Oleh karena itu, paradigma pendidikan dan pembelajaran juga harus berubah sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi serta tuntutan zaman. Beberapa teori dan pemikiran yang menggiring lahirnya paradigma baru tentang pendidikan dan pembelajaran telah muncul seperti: (1) pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh anak didik, (2) anak didik membangun pengetahuannya secara aktif, (3) pendidik bertugas mengembangkan kompetensi anak didik secara optimal, (4) pembelajaran terjadi melalui interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru, serta antara siswa dengan lingkungan. Berdasarkan paradigma baru pembelajaran maka muncullah berbagai model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam bidangnya.
Sering muncul pertanyaan dari mahasiswa yang sedang belajar Strategi Belajar Mengajar tentang perbedaan makna antara pendekatan, metode dan model pembelajaran. Memang tidak banyak literatur membahas perpedaan itu secara tajam, bahkan sering juga istilah itu disilihgantikan penggunaanya, kadang kala dipakai istilah pendekatan, kadang kala dipakai istilah metode dan kadangkala dipakai pula istilah model pembelajaran. Namun, masih ada juga para ahli membedakannya dari istilah-istilah tersebut, terutama melihat kepada akar kata dari istilah tersebut. Perbedaan pendekatan dan metode sudah dibahas pada Bab Pendekatan dan Metode Pembelajaran. Di sini dicoba menjelaskan makna dari model pembelajaran.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), model berarti pola (contoh, acuan, ragam,dan sebagainya). Sesungguhnya model yang dimaksudkan dalam pembelajaran juga sama atau hampir sama yang dikemukakan dalam KBI tersebut. Model pembelajaran, artinya pola atau contoh pembelajaran yang sudah didesain dengan menggunakan pendekatan atau metode atau strategi pembelajaran yang lain, serta dilengkapi dengan langkah-langkah (sintaks) dan perangkat pembelajarnnya. Suatu model pembelajaran mungkin terdiri dari satu atau beberapa pendekatan, satu atau beberapa metode, atau perpaduan antara pendekatan dengan metode. Seorang guru atau peneliti bisa saja merancang suatu model pembelajaran baru, atau memodifikasi model yang sudah ada, atau mengulangi model yang sudah ada. Beberapa model pembelajaran tersebut akan dibahas berikut ini.
Setelah mempelajari pokok bahasan ini diharpakan Anda dapat:
1) menjelaskan makna hakekat model pembelajaran,
2) menjelaskan perbedaan antara pendekatan, metode dan model pembelajaran,
3) menjelaskan makna atau hakekat pembelajaran kooperatif,
4) mejelaskan perbedaan masing-masing tipe pembelajaran kooperatif yang dibahas pada pokok bahasan ini,
5) merancang sebuah model pembelajaran kooperatif dengan memilih sebuah tipe dan topik yang sesuai,
6) merancang sebuah model pembelajaran dengan pendekatan STS dengan memilih sebuah topik yang sesuai,
7) merancang sebuah model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik dengan memilih sebuah topik yang sesuai,
8) merancang sebuah model pembelajaran dengan pendekatan CTL dengan memilih sebuah topik yang sesuai,
9) merancang sebuah model pembelajaran dengan pendekatan problem solving dengan memilih sebuah topik yang sesuai,
10) merancang sebuah model pembelajaran berbasis masalah (PBI) dengan memilih sebuah topik yang sesuai,
11) merancang sebuah model pembelajaran langsung (DI) dengan memilih topik yang sesuai.
7.1 Model Pembelajaran Kooperatif
Semua model pembelajaran ditandai dengan adanya (1) struktur tugas, (2) struktur tujuan, dan (3) struktur penghargaan. Struktur tugas mengacu kepada dua hal yaitu cara pembelajaran diorganisasikan dan jenis kegiatan yang dilakukan oleh anak didik di dalam kelas. Struktur tujuan merupakan kadar saling ketergantungan anak didik pada saat mereka mengerjakan tugas. Ada tiga macam struktur tujuan: (1) individualistik, yaitu juka pencapaian tujuan itu tidak memerlukan intertaksi dengan orang lain; (2) kompetitif, yaitu anak didik hanya dapat mencapai suatu tujuan jika anak didik lain tidak dapat mencapai tujuan tersebut (misal seperti pertandingan sepak bola, satu group dikatakan sukses bila group yang lain gagal); dan (3) kooperatif, anak didik dapat mencapai tujuan hanya jika bekerjasama dengan anak didik lain. Struktur penghargaan (reward) merupakan penghargaan yang diperoleh anak didik atas prestasinya. Struktur penghargaan ini bervariasi tergantung jenis upaya yang dilakukan, seperti halnya struktur tujuan, yaitu penghargaan individualistik, kompetitif dan kooperatif.
Pembelajaran kooperatif bercirikan struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif. Dalam penerapan pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu bekerjasama, saling berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk mencapai suatu tujuan. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif yang lain adalah: (1) anak didik bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan bahan pelajaran, (2) kelompok dibentuk dari anak didik yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, (3) bila mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, jenis kelamin berbeda, (4) penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Roger dan David (1994) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Ada lima unsur yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) saling ketergantungan positif, (2) tanggungjawab perorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi antar anggota, dan (5) evaluasi proses kelompok.
Terdapat beberapa variasi dari model pembelajaran kooperatif, namun prinsip dasar dari pembelajaran kooperatif tersebut tidak berubah. Beberapa variasi model pembelajaran tersebut adalah : (1) Student Teams Achievement Division (STAD), (2) Jigsaw, (3) Group Investigation(GI), dan (4) Think-Pair-Sshare dan (5 Numbered-Head-Together. Masing-masing modelpembelajaran ini akan dijelaskan secara ringkas.
a. Studen Teams Achievement Division (STAD)
STAD dikembangkan oleh Slavin et al. (1994) di Universitas John Hopkins. STAD merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Langkah-langkahnya adalah:
1) Setelah dilakukan pretest, siswa dibagi beberapa kelompok belajar yang beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran berdasarkan prestasi, jenis kelamin, dan sebagainya.
2) Guru menyajikan pelajaran atau presentasi verbal atau teks.
3) Siswa bekerja dalam kelompok menggunakan lembaran kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan menguasai materi dengan saling membantu.
4) Dilakukan kuis untuk seluruh siswa, dalam kuis mereka bekerja masing-masing, diskor, dan setiap individu diberi skor perkembangan (dibandingkan dengan skor rata-rata pretest)
5) Point tiap anggota dijumlahkan untuk mendapatkan skor kelompok.
6) Kelompok yang mencapai kriteria tertentu dapat diberi penghargaan
b. Jigsaw
Jigsaw dikembangkan dan diujicobakan oleh Aronson et al. (1978) di Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin et al. Di Universitas John Hopkins. Langkah-langkahnya adalah:
1) Anak didik dibagi atas beberapa kelompok, tiap kelompok berjumlah 4 anggota yang heterogen
2) Guru memberikan bahan pelajaran yang akan dibahas kepada setiap kelompok. Guru melakukan brainstorming untuk mengaktifkan skemata anak didik sehingga lebih siap menghadapi pembelajaran
3) Setiap anggota bertanggung jawab mempelajari bagian tertentu atau yang ditugaskan. Misalnya materi yang akan dibahas adalah alat ekskresi (meliputi: ginjal, hati, paru-paru, dan kulit)
4) Anggota pertama mempelajari ginjal, anggota yang kedua mempelajari hati, anggota ketiga mempelajari paru-paru, dan anggota kempat mempelajari kulit dari setiap kelompok.
5) Setiap anggota kelompok yang mendapat tugas yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut kelompok ahli. Dengan demikian terdapt kelompok ahli: ginjal, hati, paru-paru, dan ahli kulit.
6) Setiap anggota kelompok ahli ini kembali bergabung dengan kelompok asal dan mengajarkan topik yang telah dipelajarinya di kelompok ahli kepada anggota kelompok aslinya secara bergantian.
7) Guru memberikan kuis secara individu tentang seluruh topik yang sudah dibahas.
8) Point tiap anggota dijumlahkan untuk mendapatkan skor kelompok.
9) Kelompok yang mencapai kriteria tertentu dapat diberi penghargaan
c. Group Investigation (GI)
Model pembelajaran ini dirancang pertama kali oleh Thelan dan dikembangkan oleh Sharan et al. (1984) dari Universitas Tel Aviv. Dalam penerapan GI ini, guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok dengan jumlah anggota 5- orang yang heterogen. Langkah-langkah yang dikembangkan Sharan adalah:
1) Pemilhan topik. Anak didik disuruh memilih subtopik khusus dalamm bidang tertentu yang sudah ditetapkan guru.
2) Perencanaan Kooperatif. Guru bersama anak didik merencanakan prosedur pembelajaran, tugas, dan tujuan khusus untuk subtopik yang telah dipilih.
3) Implemntasi. Anak didik menerapkan rencana yang telah dibuat pada tahap kedua. Guru berperan sebagai pembimbing atau fasilitator.
4) Analisisdan Sintesis Anak didik menganalisis, mensintesis informasi yang diperoleh pada tahap ketiga, dipersiapkan untuk presentasikan secara menarik di kelas.
5) Presentasi Hasil Final. Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil bahasannya dalam diskusi kelas.
6) Evaluasi. Guru bersama anak didik mengevaluasi kontribusi kelompok terhadap kerja kelas secara keseluruahan yang membahas aspek yang berbeda dari topik yang sama. Evaluasi dapat berupa penilaian individu atau kelompok.
d. Think-Pair-Share
Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Lyman et al. (1985) dari Universitas Marylan. Langkah-langkahnya adalah:
1) Thinking. Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian anak didik diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat
2) Pairing. Guru meminta anak didik berpasangan dengan temannya untuk mendiskusikan sekitar 4-5 menit apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama.
3) Sharing. Guru meminta kepada pasangan untuk berbagi ide, informasi, pengetahuan atau pemahaman dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. Ini dilakukan secara bergiliran pasangan demi pasangan sampai sekitar 25% pasangan mendapat kesempatan.
e. Numbered-Head-Together
Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Kagen (1993). Langkah-langkahnya adalah:
1) Penomoran. Guru membagi anak didik menjadi beberapa kelompok dengan jumlah anggota kelompok 3-5 orang, dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5.
2) Mengajukan pertanyaan. Guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas. Miasalnya “Apa yang dimaksud dengan cell cloning?, “Apa contohnya cell cloning?, “Bagaimana mekanisme cell cloning?”
3) Berpikir Bersama. Para anak didik setiap kelompok menyatukan pendapatnya tentang pertanyaan yang diajukan guru.
4) Menjawab. Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian anak didik yang nomornya sama mengancungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
7.2 Model Pembelajaran dengan Pendekatan Science Technology and Society
Pendekatan STM merupakan gabungan antara pendekatan konsep, pendekatan keterampilan proses, pendekatan CBSA, pendekatan inkuiri dan diskoveri, serta pendekatan lingkungan (Susilo1999). Pendekatan STM berangkat dari isu-isu yang berkembang di masyarakat akibat dampak kemajuan sains dan teknlogi. Filosofi yang mendasari pendekatan STM adalah filosofi konstruktivisme, yaitu siswa menyusun sendiri konsep-konsep di dalam struktur kognitifnya berdasarkan apa yang telah mereka ketahui sebelumnya. Ada enam (6) ranah yang dikembangkan melalui STM, yaitu: (1) konsep, (2) proses, (3) kreativitas, (4) sikap dan nilai, (5) penerapan, dan (6) hubungan atau keterkaitan (Yager, 1992).
Berikut ini ditampilkan tahapan (sintaks) pembelajaran STS yang mengacu kepada model konstruktivistik yang dikembangkan Yager (1992).
Tabel Sintaks pembelajaran STS
Tahap
|
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
1. Invitasi
|
Memberikan pertanyaan mengenai fenomena, permasalahan biologi yang relevan untuk merangsang rasa ingin tahu dan minat anak didik, untuk mengetahui hal-hal yang sudah diketahui anak didik
|
Anak didik memberi respon secara individual atau kelompok dan mengajukan suatu masalah atau gagasan yang akan dibahas
|
2. Eksplorasi
|
Memberikan tugas agar anak didik mendapat informasi yang cukup melaui membaca, observasi, wawancara, diskusi, mengerjakan LKS dan sebaginya
|
Mencari informasi dan data dengan membaca, observasi, wawancara, berdiskusi, merancang eksperimen, menganalisis data
|
3.Eksplanasi dan Pemecahan
|
Memberikan tugas untuk membuat laporan dan mempresentasikan hasil penyelidikan atau ekperimen secara ringkas
|
Membuat laporan hasil penyelidikan, membuat kesimpulan dan mempresentasikan hasil
|
4. Tindak lanjut
|
Memberikan penjelasan mengenai tindakan yang akan diajukan berdasarkan hasil penyelidikan
|
Memberikan solusi pemecahan masalah atau membuat keputusan dan memberikan ide
|
7.3 Model Pembelajaran dengan Pendekatan Konstruktivistik
Pendekatan pembelajaran konstruktivistik pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Sebagian besar waktu proses pembelajaran berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa. Pada dasarnya anak didik tidak membawa kepala kosong ke sekolah, tapi niscalayalah mereka sudah memiliki pengetahuan atau konsep tentang sesuatu berdasarkan pengalaman mereka dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin mereka sudah melihat, mendengar, membaca, mengamati suatu hal, sehingga berdasarkan penglihatan, pendenagaran, pembacaan, pengalaman itu mereka sudah punya konsep tentang hal itu. Misalnya mereka sudah mendengar atau membaca istilah cloning. Cuma kita belum tahu sampai dimana kebenaran konsep yang mereka miliki. Dengan pembelajaran konstruktivistik, anak didik secara aktif mencoba membangun sendiri konsep atau pengetahuan itu secara bertahap, mungkin dengan bertanya kepada guru, berdiskusi dengan teman, atau mebaca buku sehingga anak menemukan konsep yang benar atau hampir benar berdasarkan konsep yang sudah dimilikinya.
Ciri-ciri pembelajaran konstruktivistik vs pembelajaran tradisional (Johnston, 1999) adalah seperti berikut.
Pengajaran Tradisional
|
Pembelajaran Konstruktivistik
|
1) 1. Berfokus pada efisiensi
|
1. Berfokus pada pembelajaran secara mendalam dengan pengalaman yang relevan
|
2. Pendekatan utama belajar hafalan
|
2. Menuntut keterlibatan siswa secara penuh danaktif belajar
|
3. Keterampilan diajarkan secara berurutan
|
3. Ketrampilan dikembangkan dalam kegiatan belajar yang relevan
|
4. Materi pembelajaran diajarkan dengan urutan logis
|
4. Materi pebelajaran terintegrasi, harus digunakan dan sdisusun sendiri oleh siswa
|
Berdasarkan konsep dan ciri-ciri konstruktivistik ini maka diharapkan Anda dapat merancang sebuah model pembelajaran konstruktivistik.
7.4 Model Pembelajaran dengan Pendekatan ContextualTteaching and Learning
7.4. 1 Konsepsi CTL
CTL merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengkaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warganegara, dan tenaga kerja (U.S. Department of Education and the National School-to-Work Office yang dikutip oleh Blanchard, 2001)
CTL menekankan pada berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin akademik, dan pengumpulan, penganalisisan, pensintesisan informasi dan data dari berbagai sumber titik pandang (viewpoints) (University of Washington College of Education. 2001).
· Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang terkait erat dengan pengalaman nyata (http://www.stw.ed.gov/factsht/bull0996.htm).
· Pembelajaran kontekstual berakar pada pendekatan konstruktivis (Brown,1998;Dirkx, Amey, and Haston 1999 dalam Imel, 2000).
· Pada pembelajaran kontekstual, anak didik benar-benar di awali dengan pengetahuan, pengalaman, dan konteks keseharian yang mereka miliki yang dikaitkan dengan konsep mata pelajaran yang dipelajari di kelas, dan selanjutnya dimungkinkan untuk mengimplementasikan dalam kehidup keseharian mereka.
· Ungkapan yang tepat untuk ini adalah: Bawalah mereka dari dunia mereka ke dunia kita, kemudian hantarkan mereka dari dunia kita ke dunia mereka kembali.
· Pembelajaran kontekstual mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Menekankan pada problem solving
2) Mengenal bahwa pengajaran dan pembelajaran perlu terjadi pada berbagai konteks
3) Membantu para siswa dalam belajar bagaimana memonitor belajar mereka sindiri sehingga mereka dapat menjadi para pelajar yang teratur sendiri (self-regulated learners)
4) Mengaitkan mengajaran di dalam berbagai konteks kehidupan siswa
5) Mendorong para siswa belajar satu sama lainnya (belajar bersama)
saya ingin bertanya dari materi yang saya uraikan.
1. Dari keempat model pembelajaran dengan berbagai pendekatan yang terurai di atas, apakah adakah model pembelajaran dengan pendekatan lain yang dapat digunakan dalam pembelajaran sains?
2. dengan perubahan kurikulum, menjadi k13, Apakah model-model pembelajaran di atas masih digunakan di dalam pembelajaran sains?
saya ingin bertanya dari materi yang saya uraikan.
1. Dari keempat model pembelajaran dengan berbagai pendekatan yang terurai di atas, apakah adakah model pembelajaran dengan pendekatan lain yang dapat digunakan dalam pembelajaran sains?
2. dengan perubahan kurikulum, menjadi k13, Apakah model-model pembelajaran di atas masih digunakan di dalam pembelajaran sains?
Assalamualaikum,saya akan mencoba menanggapi pertanyaan nmor 2, menurut saya model model pembelajaran diatas bisa digunakan dalam pembelajaran sains pada k 13 ini karna model pembelajaran diatas menuntut siswa untuk aktif dan kreatif dalam berfikir
ReplyDeleteSharing untuk pertanyaan nomor 1 pak syarief, ke empat model tersebut hanyalah model yg disarankan untuk digunakan. Guru dapat menggunakan model2 lainnya dalam pembelajaran asalkan model tersebut mengadung Langkah – Langkah Metode Ilmiah
ReplyDeleteMenyusun Rumusan Masalah
Menyusun Kerangka Teori
Merumuskan Teori
Melakukan Eksperimen
Mengolah dan Menganalisis Data
Menarik Kesimpulan
Mempublikasikan Hasil,
Maka model pembelajaran tersebut bisa digunakan dlm pembelajaran sains
Menanggapi soal no 1.
ReplyDeleteMenurut saya, selain model model diatas, masih banyak model yang bisa di terapkan dalam pembelajaran sains.
Namun, guru harus jeli memilih model model tersebut agar sesuai dengan materi yang akan di ajarkan, sehingga proses pembelajaran bisa berlangsung secara efektif.
dengan perubahan kurikulum, menjadi k13, Apakah model-model pembelajaran di atas masih digunakan di dalam pembelajaran sains?
ReplyDeletemasih digunakan karean semuanya mangacu kepada keaktifan siswa.
assalamualaikum, saya mencoba menanggapi pertanyaan nomor 2, menurut pendapat saya model-model pembelajaran di atas masih digunakan dalam kurikulum k13. karena kurikulum k13 itu memeliki tujuan untuk siswa aktif dan model di atas juga memiliki tujuan yang sama yaitu untuk memicu siswa selalu aktif.
ReplyDeleteTerima Kasih, Wasalamualaikum